Bimbel PMUI – Apakah kamu pernah mendengar cadaver? Jika kamu adalah mahasiswa kedokteran, pasti sudah tidak asing dengan istilah tersebut. Cadaver secara singkat dipahami sebagai jenazah atau mayat.

Tidak sekedar mayat, cadaver ini merupakan media belajar anatomi dalam dunia pendidikan kedokteran. Cadaver digunakan untuk mempelajari anatomi manusia dan penggunaannya ternyata sudah sejak lama. Lantas seperti apa sejarah dan informasi lainnya mengenai cadaver?

Apa Itu Cadaver?

Cadaver merupakan mayat manusia yang secara legal dapat digunakan untuk keperluan anatomi, demikian dikutip dari artikel Dasar-Dasar Etika: Etika Secara Umum, Etika Akademik, Etika Penggunaan IT dan Etika Memperlakukan Cadaver oleh dr Tirta Prawita Sari, MSc, SpGK dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ).

Penggunaan cadaver ini menjadi instrumen penting bagi mahasiswa kedokteran, dokter, dan tenaga medis dalam mempelajari ilmu anatomi manusia. Cadaver tersebut juga dapat digunakan untuk meneliti tentang penyakit atau mencari tahu penyebab kematian dari jenazahnya.

Dalam hal ini untuk menggunakan cadaver maka perlu memperhatikan ketentuan bagaimana memperlakukan jenazah dengan baik dan terhormat. Perlakuan baik itu harus dilakukan sejak meninggal disesuaikan dengan keyakinan atau agama yang dianut.

Sejarah Penggunaan Cadaver

Pembedahan cadaver manusia dimulai di era Yunani kuno pada abad 3 sebelum masehi. Cadaver manusia digunakan sebagai alat pengajaran anatomi di masa ini. Sayangnya, praktik pembedahan manusia dilarang di Eropa selama Abad Pertengahan karena kepercayaan agama dan masyarakat.

Namun sejak kebangkitan Abad Pertengahan, pada masa Rennaissance sekitar awal abad ke-14, pembedahan manusia telah menjadi bagian integral dari pengajaran anatomi di sekolah kedokteran. Selama abad ke-14, otoritas agama memberikan izin untuk membedah manusia hanya di lingkungan universitas dan ini dilakukan sekali/dua kali setiap tahun pada mayat penjahat yang dieksekusi.

Pada awal abad ke-15, pembedahan kadaver menjadi agenda belajar rutin di universitas-universitas Eropa dan pasokan mayar pelaku kriminal terbukti tidak mencukupi.

Memanfaatkan izin Kepausan untuk melakukan pemeriksaan post-mortem untuk menyelidiki penyebab kematian, para ahli anatomi mulai melakukan pembedahan pada tubuh yang dimaksudkan untuk otopsi post-mortem. Sejak akhir abad ke-15, pembedahan manusia menjadi sangat populer ketika gelombang Renaisans Eropa mulai mempengaruhi bidang ilmu anatomi.

Sejak pertengahan abad ke-16, setelah persetujuan Paus atas pembedahan manusia untuk studi anatomi, sesi pembedahan universitas formal mulai dihadiri diizinkan untuk dihadiri lebih banyak mahasiswa, yang pada akhirnya mengarah pada pendirian teater anatomi permanen di seluruh Eropa.

Sekitar abad ke-18, para ahli mulai menemukan suatu substansia berupa formaldehide atau sekarang dikenal sebagai formalin. Namun pada praktiknya, teknik pembalseman tersebut dirasa kurang efektif karena cadaver yang dihasilkan lebih kaku dan jaringan yang diawetkan menjadi berwarna gelap, sehingga akan sulit untuk diteliti.

Seorang anatomist bernama Walter Thiel menemukan teknik pengawetan dengan injeksi intravascular dan dilanjutkan proses perendaman dalam kurun waktu tertentu. Teknik tersebut dirasa cukup efektif dan berhasil mengawetkan cadaver dengan kondisi yang baik.

Dalam perkembangannya lima puluh tahun terakhir, penggunaan cadaver kini sudah banyak digantikan dengan media lain. Hal ini dikarenakan terbatasnya cadaver dan ahli anatomist yang ada. Selain itu juga cadaver memiliki kekurangan dalam hal tekstur dan warna dalam proses identifikasinya.

Aturan Penggunaan Cadaver

Cadaver adalah gurunya para calon dokter dan dokter yang tidak tergantikan dalam pembelajaran anatomi, sekalipun ada hanya oleh boneka dan manekin. Dalam menggunakan cadaver untuk kebutuhan medis, perlu diperhatikan etika yang baik sesuai dengan aturan yang ada.

Dalam konteks agama, hukum Islam mengajari untuk memperlakukan orang yang telah meninggal dengan baik, sebagaimana dikutip dari artikel Dasar-Dasar Etika oleh dr Tirta Prawita Sari, MSc, SpGK dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ). Alangkah baiknya para pengguna cadaver memberikan penghormatan dan doa kepada jenazah tersebut sebelum digunakan sesuai dengan keyakinannya.

Sedangkan, dalam aturan hukum, dilansir dari Kemkes, penggunaan cadaver ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat dan atau Jaringan Tubuh Manusia.

Pada peraturan tersebut dijelaskan bahwa bedah mayat anatomis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara pembedahan terhadap mayat untuk keperluan pendidikan di bidang ilmu kedokteran.

Pada Bab III dijelaskan beberapa aturan yang lebih rinci tentang cadaver ini. Pada Pasal 5 merujuk Pasal 2 huruf a dan c, dijelaskan bahwa bedah mayat anatomis boleh dilakukan dalam keadaan sebagai berikut:

  • Dengan persetujuan tertulis penderita dan atau keluarganya yang terdekat setelah penderita meninggal dunia, apabila sebab kematiannya belum dapat ditentukan dengan pasti.
  • Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya yang terdekat, apabila dalam jangka waktu 2×24 jam (dua kali dua puluh empat) jam tidak ada keluarga terdekat dari yang meninggal dunia datang ke rumah sakit.

Kemudian, Pasal 6 menyebutkan, bedah mayat anatomis hanya dapat dilakukan dalam bangsal anatomi suatu fakultas kedokteran. Lalu Pasal 7 dijelaskan bahwa bedah mayat anatomis dilakukan oleh mahasiswa fakultas kedokteran dan sarjana kedokteran di bawah pimpinan dan tanggung jawab langsung seorang ahli urai.

Selain itu, Pasal 8 juga menyatakan perawatan mayat sebelum, selama, dan sesudah bedah mayat anatomis dilaksanakan sesuai dengan masing-masing agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan diatur oleh Menteri Kesehatan.

Nah, itu dia penjelasan mengenai apa itu cadaver, sejarah hingga aturan penggunaan dunia pendidikan kedokteran atau medis. Semoga semakin menambah wawasan kamu, ya.